Saturday, June 11, 2011

happy lovely couples


Asia Restaurant
@The Ritz Carlton, Jakarta


My boyfriend, best friend, my everything and I..

Tata & Yudi
So happy for both of you :)

super great office

long time no check my blog, i'm sorry, been so busy last few months, getting job as marketing, preparing my thesis, etc.
fiuhh.. pls pray for me, i'm getting depressed.

at least, my office seems so great, i'm surrounded by adorable people, check this out..




Gladys, Merrysa, Me
gathering Lippo Lane Club
@Aryaduta Hotel

Sunday, March 6, 2011

another sweet moments with my girls

super delicious cake made by my sweety Florence :))
thanks dear..









At Paulaner :)
glad to have you girls..
thank you for the sweet wishes and your presence in my life..
love you..

the most adorable birthday dinner with the loveliest one..

with the loveliest one :)

happy me :))

ebii and me :))






Luna Negra is so recommended place to visit :))
perfectly happy to spent a quality time with my best man..
having a sweet dinner in a great place..
so adorable :))
thank you love, for everything.

Wednesday, March 2, 2011

sweetest things called happiness :))

Bandar Jakarta, March 2nd 2011 :))

I do love my super girls :))

another sweet chocolate cakes :))
by : Dapur Coklat

Birthday Girl..
Actually I don't like purple, it's my first purple thing called blouse.lol.
seems nice, huh?

I called it DELICIOUS.

loveliest present :) love it!

thanks dear sweety "Athina" for this adorable cute little shoes :))

and thanks dear melon, tiara, mery, & onyet
for this adorable super things. hoho. :))

how lucky I am, for having those sweet things and sweet friends! :))

Late night surprise :)) 28.02.11

yeye, me and my loveliest brother :)

happy birthday to me :))

thanks dear my pretty sister :))

thanks dear my loveliest brother :))


super thanks dear my best man..
you guys such made me soo happy :))

Sunday, February 20, 2011

Edelweis


Edelweis namaku, bukan karena aku putih bersih seperti bunga itu, tapi karena ayahku ingin aku seperti Edelweis yang tumbuh di lereng gunung. Edelweis melambangkan ketulusan hati dan cinta abadi. Akan tetapi, taukah kamu, Edelweis adalah bunga yang paling aku benci. Menurutku bunga liar itu terlalu lemah, terlalu ringkih, dan tidak menarik. Aku lebih suka Mawar. Kamu tau kenapa?


"Edel, kamu cantik banget sih pake baju itu, Aku berani bertaruh, kamu pasti bakalan jadi Prom Queen."
"Edel cantik yah."
"Wow, Edel benar-benar menakjubkan"
"Namanya sesuai dengan parasnya, cantik."

Pujian-pujian itu menerawang masuk ke telingaku, berlari-lari di otakku, dan aku lampiaskan dengan senyuman. Sempurna.

Aku menatap wajahku di cermin, jemariku menyapu wajahku dengan lembut, aku cantik.

"Edelweis, setelah pesta prom itu, kamu harus segera pulang, besok Andreas dan keluarganya datang kemari, kamu siap kan, sayang?" Suara itu membangunkanku dari lamunan di depan cermin. Suara Ibuku yang begitu anggun dan bersahaja.

"Tapi, Ma, Apa Mama yakin ini akan baik untukku?"

"Tentu, Sayang. Mama selalu tahu itu yang terbaik untukmu. Andreas adalah pria yang hebat, dia jodoh kamu."

Aku terdiam, enggan menjawab atau bahkan membantah ucapan Ibuku, karena aku tahu, itu tidak ada gunanya.

***

Hari ini, Hari yang telah ditentukan. Seharusnya ini menjadi hari yang paling bahagia untukku, karena aku akan segera menjadi seorang istri pengusaha ternama. Aku akan mendapatkan segalanya. Aku bukan lagi sebuah bunga liar.

Aku memasuki pintu Gereja didampingi oleh seseorang yang aku panggil Papa. Seseorang yang memberikanku sebuah nama dan mengajarkanku sebuah kebesaran hati.
"Apakah kamu yakin anakku?" bisiknya perlahan.
Aku menatap wajahnya yang kian menua, aku melihat bayangan air di matanya. "Jangan sedih, Daddy, Aku yakin." Jawabku lantang.

Kini di hadapanku berdiri seseorang yang akan menjadi bagian hidupku, Seseorang yang seharusnya bisa menopangku, seseorang yang menjadi pendampingku, tapi dia begitu asing.
Aku menangis, bukan sebuah tangisan bahagia, dan juga bukan tangisan kesedihan. Ini hanya tangisan penyesalan. 

Seandainya aku menjadi sebuah Mawar, mungkin aku masih bisa melindungi diriku dengan duri-duriku. Tapi aku hanya bunga liar bernama Edelweis, melambangkan ketulusan hati dan keabadian. Dan hidupku hanyalah pengorbanan.

Aku tersenyum, menatap senyuman di wajah Ayah dan Ibuku. Yah, Aku hanya sebuah Edelweis.

Warung MariSini




Mr. E and Me came to this unique restaurant this morning, and it was so great!
many 90's-things you could find at this restaurant.
and the food is so adorable for indonesian food-lovers like me. lol.
Warung MariSini
Supermall Lippo Karawaci.
Tangerang.

chenny's day





another lovely day :)
HAPPY BIRTHDAY CHENNY

Sunday, February 13, 2011

Happy Valentine Day

14.02.11 :)



Roses Are RED. lol.


Thank you for the Roses, Presents, Love, Joy, and Happiness dear my loveliest man.
HAPPY VALENTINE.

Thursday, February 10, 2011

Price of Love

Aku memandang nanar, wanita itu begitu renta, guratan lelah memperlihatkan kehidupannya yang keras, tetapi ada sebuah semangat yang bersinar di balik matanya ketika memandang gadis itu.

"Auntie, apa-apaan ini? kenapa jam tanganku rusak? auntie tau berapa harga jam tangan ini? Mahal! Auntie ga akan bisa ganti! Auntie plis dong jangan rusakin barang-barang aku terus..!!!" teriakan demi teriakan itu didengarkannya, tanpa satu kata balasan.

Aku berjalan mendekati mereka, aku tidak bisa melihat gadis itu, aku menghampiri mereka..

"braaaakkk.. bruuukkkk.." Gadis kecil itu membuang tumpukan baju yang telah disetrika wanita tua tersebut. "Jangan lagi-lagi kamu sentuh barang aku!" Lanjutan kata-kata pedas itu meluncur dari bibir gadis itu seraya meninggalkan rumah dengan membanting pintu. Dan hanya dibalas dengan senyuman terindah dari bibir wanita yang dipanggil Auntie itu.

Aku berjalan, mengikuti langkah gadis kecil itu. Dia berjalan sendirian, memandang kesana kemari dan tiba-tiba sekelompok pemuda menghampirinya. Sekelompok pemuda itu mengelilinginya, dia sangat takut.
"Ini anak yang memakai jam tangan mahal itu, ayo kita ambil jam tangannya!" ujar salah seorang dr mereka. Gadis kecil itu terlihat pucat, dia merasa sangat terpojok.

Aku kembali menghampiiri mereka, mencoba menarik perhatian sekelompok pemuda itu agar melepaskan gadis kecil tersebut.

"Ahh, mana jam tangannya, dia tidak memakai jam tangan yang kau bilang! dia tidak membawa barang berharga, kamu bodoh, dia sama sekali tidak menguntungkan, ayo pergi!" pria lainnya berteriak kepada pemuda-pemuda itu, lalu diikuti terikan keras dari yang lainnya seraya meninggalkan gadis yang kini telah menangis itu sendirian.

Gadis itu berbalik, dia melihat Auntienya menghampiri dia, "Kemarin Auntie tidak sengaja mendengar mereka akan merampok jam tangan mahalmu hari ini, sehingga Auntie berusaha agar mereka tidak menyakitimu." Tangisan gadis kecil itu semakin menjadi. Ia memeluk wanita tersebut dengan erat. "Terimakasih Auntie, maafkan aku yang selalu berburuk sangka denganmu."

Aku terharu melihat itu semua. Semahal apapun harga jam tangan itu, tidak akan melebihi pengorbanan dari seseorang yang menyayangi kita setulus hati. Aku menghampiri mereka memandang dari dekat wajah gadis itu. Aku sangat mengenali wajah gadis kecil itu. Ya, itu AKU.

Tuesday, February 8, 2011

Flowers Blooming, when it comes.

Siapa dia. Sepertinya aku pernah bertemu dia, tapi dimana?
"Ngie, jadi kita hari Rabu survey tempat, trus Kamis mulai kerja, gimana?". Tepukan di bahunya membuat Angie terbangun dari lamunannya. "Eh, gw oke kok kapan aja."
"Oke kalo gt, hari ini rapatnya sampe disini dulu, besok siang jam 12 kita kumpul di depan kantin."
Ujar Venna mengakhiri rapat harian bersama beberapa anggota kelompoknya termasuk Angie.

Angie membereskan barang-barang dan buku catatannya ke dalam tas tanpa menyadari Venna yang memperhatikannya. "Ngie, lo kenapa sih?"
Angie menggeleng. "Mikirin senior kita yang kenalan sama lo?" Angie terdiam sejenak, "Iya Ven, kayaknya gw pernah liat dia, beberapa kali, tapi gw lupa dimana."
"Ah, ngaco lo Ngie, kalo uda perna ketemu beberapa kali, uda kenal, ngapain kenalan lagi?"
Tidak ada jawaban. Mereka beranjak ke arah parkiran. 

"Hei Ngie, baru mau balik?" sapaan itu mengagetkannya. "eh, iya baru mau balik ni, duluan yah."
Angie buru-buru masuk mobil dan menstarternya.
Dia. Ya, itu Dia, aku yakin pernah bertemu dia, tp dimana?

***

Angie berlari mengejar layangannya, berlari terus, tetapi angin membawa layangan itu semakin tinggi dan tiba-tiba Angie berada di sebuah padang bunga, bunga itu bermekaran begitu indahnya, Angie melupakan layangan itu dan memandang lurus ke padang bunga itu. Ada seseorang berdiri disana, Angie mengenali sosok itu, Ya, itu Dia. Dia yang selalu muncul di mimpi-mimpi Angie, bahkan jauh sebelum Angie bertemu dengannya. Angie berlari menghampirinya, tetapi ia terjatuh...

Angie bangun dari mimpinya, wajahnya dipenuhi senyuman, hari ini tanggal 19.10.08 dia telah mendapatkan jawabannya.

de tijd vliegt, maar herinneringen zijn niet gewist

"Kenapa aku dipukul? Aku nakal? Aku salah apa?"
"Anak baik, jangan menangis, ayo tidur, Tante olesi krim ini biar tidak perih."
"Tante, kalo Erin gak nangis, Erin gak dipukul lagi kan Tante?"
"....."

Hening. Tidak ada jawaban. Tidak ada tangis Erin. Anak berusia 8 tahun itu menggigit bibirnya keras supaya tidak menangis saat Tante Anggi mengoleskan krim pada lukanya. Perih.
***

"Aku tidak mau ikut acara itu Bu guru, aku tidak mau ikut paduan suara sekolah, aku tidak mau bermain pianika."
"Kenapa Erin? bukannya kamu sudah beli pianika?"
Erin mengangguk. "Lalu kenapa kamu tidak mau main pianika?"
Erin diam, tidak menjawab. Ia menggigit bibirnya keras dan berlari ke kelas. Erin membuka pianikanya, menatap label harganya, disana tertera angka Rp 210.000,00. Kemudian pandangannya beralih pada bekas luka sabetan sapu lidi di kakinya. Perih.
***

"Tante Anggi, aku mau main pianika, di kamar, ayok tante" Erin menarik lengan Tantenya supaya masuk ke kamarnya.
"Kenapa gak main di depan aja sayang?"
Erin menggelengkan kepalanya dan mulai memainkan pianikanya.
Erin berhenti ketika ada ketukan di pintu kamarnya lalu menyembunyikan pianika tersebut di bawah ranjangnya.

Pintu kamar terbuka, dan Dia datang. Erin bersembunyi di balik Tante Anggi, tetapi Dia hanya datang membawakan kue coklat untuk Erin. Tidak berkata apa-apa dan tidak ada permintaan maaf.
Erin memakan kue coklat itu dengan lahap, lalu tersenyum dengan gigi ompongnya "Makasi, Ma".
***

"Tante, kalo Erin nggak nangis, Erin nggak dipukul dan dimarahin yah? kalo Erin ga dipukul, Tante ga perlu repot olesin krim, jadi Erin janji ga nangis lagi."
"Anak baik, nanti kalo Tante pulang dari Holland, kamu harus tetep jadi anak baik yah."
***

10 tahun..
"hai anak baik, Tante lagi di Indo loh, liburan 1 bulan, kamu kapan pulang? gimana kuliah?"
Erin menjawab telepon itu dengan girang.
de tijd vliegt, maar herinneringen zijn niet gewist

Bayangan Hujan

Aku berdiri menatap langit mendung, sebentar lagi hujan turun, tapi aku enggan beranjak dari tempatku berdiri. Aku tidak suka hujan, aku tidak suka dingin, aku terlalu lemah untuk berhadapan dengan hujan dan dingin, tapi aku suka berdiri disini saat hujan, karena dengan begitu aku bisa menangis tanpa seorangpun dapat membedakan air mataku dan rintik air hujan.

"Ry, ayo masuk, nanti kamu sakit" kata-kata lembut itu menyadarkanku, aku beranjak menghampiri sang empunya suara. Aku terdiam menatapnya. Wajah lelahnya tersenyum, senyum yang membuatku berusaha sekuat tenaga agar senyum itu selalu ada di wajahnya. Senyum untukku.
"Iya, Ma."

Aku kembali ke kamarku, menatap hujan yang turun melalui jendela kamarku. Sebenarnya aku masih ingin berdiri disana, lebih lama lagi, tapi hujan akan menghapus senyum di wajahnya, aku tidak mau senyum itu hilang.

"Ry, kamu mau warna Pink atau Merah untuk gaun pestamu? tapi sepertinya Merah sangat cocok dengan kulitmu." Aku menatap lurus kedua gaun di tangannya. "Merah, Ma".

Senyum itu kembali mengembang di wajahnya yang mulai menua, wajah penuh dengan pengorbanan dan kerja keras, tapi wajah itu akan terlihat cantik bila dihiasi senyuman. Aku tidak mau kehilangan senyuman itu. Senyuman untukku.

Aku berbalik menatap cermin di pojok kamarku, kulihat bayanganku disana, kian hari bayangan itu semakin memudar, semakin tipis, kurengkuh bayangan itu, tetapi bayanganku semakin menjauh, berganti dengan senyumannya. Dan aku berhenti merengkuh bayanganku, kubiarkan dia pergi menjauh berganti dengan senyuman itu, senyuman yang selalu aku dambakan sejak 9 tahun lalu.