Tuesday, February 8, 2011

de tijd vliegt, maar herinneringen zijn niet gewist

"Kenapa aku dipukul? Aku nakal? Aku salah apa?"
"Anak baik, jangan menangis, ayo tidur, Tante olesi krim ini biar tidak perih."
"Tante, kalo Erin gak nangis, Erin gak dipukul lagi kan Tante?"
"....."

Hening. Tidak ada jawaban. Tidak ada tangis Erin. Anak berusia 8 tahun itu menggigit bibirnya keras supaya tidak menangis saat Tante Anggi mengoleskan krim pada lukanya. Perih.
***

"Aku tidak mau ikut acara itu Bu guru, aku tidak mau ikut paduan suara sekolah, aku tidak mau bermain pianika."
"Kenapa Erin? bukannya kamu sudah beli pianika?"
Erin mengangguk. "Lalu kenapa kamu tidak mau main pianika?"
Erin diam, tidak menjawab. Ia menggigit bibirnya keras dan berlari ke kelas. Erin membuka pianikanya, menatap label harganya, disana tertera angka Rp 210.000,00. Kemudian pandangannya beralih pada bekas luka sabetan sapu lidi di kakinya. Perih.
***

"Tante Anggi, aku mau main pianika, di kamar, ayok tante" Erin menarik lengan Tantenya supaya masuk ke kamarnya.
"Kenapa gak main di depan aja sayang?"
Erin menggelengkan kepalanya dan mulai memainkan pianikanya.
Erin berhenti ketika ada ketukan di pintu kamarnya lalu menyembunyikan pianika tersebut di bawah ranjangnya.

Pintu kamar terbuka, dan Dia datang. Erin bersembunyi di balik Tante Anggi, tetapi Dia hanya datang membawakan kue coklat untuk Erin. Tidak berkata apa-apa dan tidak ada permintaan maaf.
Erin memakan kue coklat itu dengan lahap, lalu tersenyum dengan gigi ompongnya "Makasi, Ma".
***

"Tante, kalo Erin nggak nangis, Erin nggak dipukul dan dimarahin yah? kalo Erin ga dipukul, Tante ga perlu repot olesin krim, jadi Erin janji ga nangis lagi."
"Anak baik, nanti kalo Tante pulang dari Holland, kamu harus tetep jadi anak baik yah."
***

10 tahun..
"hai anak baik, Tante lagi di Indo loh, liburan 1 bulan, kamu kapan pulang? gimana kuliah?"
Erin menjawab telepon itu dengan girang.
de tijd vliegt, maar herinneringen zijn niet gewist

No comments:

Post a Comment